Pages

news.detik

Selasa, 17 Februari 2015

"NASIONAL" katanya......

Satu kalimat yang ingin saya ungkapkan dengan kata-kata se-enak saya dalam coretan kali ini, yaitu "televisi Indonesia khususnya televisi swasta nasional, pada kesurupan apa sih?"
Saya mulai berfikir bahwa televisi nasional kini, cuma bungkusnya saja nasional tapi dalamnya entah nasional dari negara mana. Sebut saja tv yang konon milik salah satu pengusaha besar sekalligus putra politisi dan mantan menteri sebut saja TV A, disana sedang demam bollywood plus film-filmnya. Ada juga televisi yang dulu mandiri dan sekarang ikut korporasi besar milik salah satu pengusaha yang didalam bukunya disebut anak singkong sebut saja TV T, disana juga sedang demam film-film asal negeri tuan takur walaupun intensitasnya tidak separah televisi yang saya gambarkan sebelumnya.
Setiap hari bahkan setiap waktu, anak bangsa disuguhi dengan tayangan-tayangan yang berbau budaya asal tuan takur, bahkan di TV A rasio tayangan yang mengangkat budaya asli Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan tayangan asal negeri taj mahal tersebut. Bahkan lebih extrim saya katakan disini, perbandingan tayangan yang mengangkat budaya asli Indonesia dan tayangan asal india itu sudah tidak rasional lagi. Entah apa yang sedang terjadi, yang pasti dunia hiburan adalah dunia bisnis yang harus mendapatkan keuntungan. Jika seperti itu, apakah mengangkat budaya bangsa sendiri itu kurang menguntungkan? miris sekali. Selera publik sengaja digiring ntuk menyukai acara-acara dan film-film asal negeri lagu terajana tersebut, begitu juga dengan mendatangkan para pemain fimnya sehingga dibuat seakan-akan para bintang film tersebut sangat penting dan jadi idola. Untuk adik-adik kecil kita para anak bangsa tidak beda jauh, dicekoki dengan film-film kartun yang sebenarnya kualitas film kartunnya juga tidak terlau istimewa sehingga adik-adik kecil kita lebih mengenal budaya asing daripada budaya asli bangsa Indonesia tempat dimana mereka dilahirkan.

Dibanding dengan TV A, kondisi tayangan di TV T masih lebih baik. Ini bisa dilihat dari tayangan yang cukup beragam, seperti masih munculnya tokoh si unyil dan kawan-kawan juga tokoh si bolang yang mengangangkat permainan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia.Tapi saya masih tetap memliki sedikit rasa kecewa, karena ada sinetron melow asal negara kelahiran amitha bachan yang ditayangkan di waktu prime time padahal tadinya sinetron tersebut tayang dipagi hari. Disisi lain ada juga televisi yang jika saya ikuti tidak memiliki muatan bollywood, sebut saja TV S. Jika kita perhatikan dan kita ikuti disetiap harinya, TV yang berkantor di salah satu pusat keramaian di Jakarta ini memiliki khas dalam tayangan sinetron dan FTV nya. Namun ada kekecewaan yang cukup besar juga, yaitu salah satu sinetron remaja yang menurut saya meniru ide cerita dari film twilight. Kekecewaan pribadi ini bukan hanya dari ide cerita saja, namun juga dari alur cerita yang makin lama makin membingungkan selain itu juga setting lokasi dan aksi para pemeran yang menurut saya pribadi juga tidak begitu istimewa. Dilihat dari sisi pendidikan moral remaja juga teramat sangat kurang, muatan budaya bangsa juga nyaris tidak muncul. Yang ada hanya mengajarkan anak remaja berpacaran dan bermesraan di sekolah, memiliki gadget mahal juga memaki mobil  termasuk hidup bergelimang kemewahan. Walaupun FTV memiliki rasa yang sedikit berbeda, selain latar cerita yang cukup bagus namun karena FTV sudah terlalu banyak sehingga alur cerita hampir pasti bisa ditebak.
Sangat banyak pertanyaan dalam benak saya sebenarnya, namun belum bisa saya uraikan dalam coretan kali ini. Cuma ada satu yang ingin saya tanyakan, kemana TVRI yang besar diera orde baru? sebagai sebuah lembaga penyiaran publik, kualitas siaran sangat kurang bahkan anak bangsa dijaman sekarang mungkin sebagian besar sudah tidak lagi menyaksikan tayangan tv milik negara ini. Ada juga yang membuat saya heran, kemana peran pemerintah? pemerintah seakan-akan diam, bahkan seakan-akan acuh terhadap tayangan di negeri ini. Saya juga tidak menampik peranan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), tapi sekali lagi masih banyak kekecewaan juga tanya dibenak saya. Yaitu kurang tegasnya KPI dalam menindak tayangan yang melanggar norma dan aturan, yang seharnya KPI bisa melindungi anak bangsa dari tayangan yang kurang mendidik.
Sebenarnya coretan kali ini bisa melebar dan bisa kita kembangkan lebih jauh, karena memang akan banyak bahasan yang sudah barang tentu tidak bisa diuraikan seluruhnya dalam coretan ini dan akan tetap menyimpan tanya dibenak masing-masing anak bangsa. Intinya adalah, muatan budaya bangsa yang harusnya menjadi kepriadian kita sebagai anak bangsa tidak dilupakan begitu saja. Sekalipun dirasa kurang menguntungkan, namun dengan daya kreasi yang tinggi saya yakin banyak anak bangsa yang memiliki ide-ide cemerlang namun belum mendapatkan kesempatan untuk menuangkan ide-ide tersebut. Sebenarnya ide-ide tayangan tidak akan habis dalam mengangkat budaya bangsa kita, karena budaya kita yang sangat beragam. Kembali lagi ke permasalahan Nasionalisme dan kemauan untuk memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa dan negara.

//sekian coretan kali ini//
Banyak yang ingin saya bahas dalam coretan-coretan berikutnya..
Tanpa ingin menyinggung pihak manapun atau siapapun, ini hanya sebuah coretan seorang anak bangsa yang ingin meluapkan hasratnya untuk menulis.

SALAM BANGGA JADI INDONESIA.....!!!!!

0 komentar:

Posting Komentar